Senin, 20 September 2010

PROSEDUR EVALUASI HASIL BELAJAR


A.     Perencanaan Evaluasi Hasil Belajar
Tahap awal evaluasi terjadi sebelum kegiatan actual dan mencakup pembuatan keputusan tentang kegiatan yang akan diambil. Tahap perencanaan itu mencakup proses penetapan tujuan ujian, penyusunan kisi-kisi tes, penetapan strategi ujian dan persiapan jadual.
1.      Penetapan Tujuan Ujian
Gronlund (1981) menyatakan bahwa tujuan ujian adalah memperoleh informasi  yang valid, reliable dan bermanfaat. Untuk memperoleh informasi tersebutdiperlukan adanya penetapan “apa” yang diukur dan kemudian menetapkan ukuran yang tepat sehingga item tes dapat dikonstruksikan untuk mengungkap kinerja siswa yang diinginkan. Disamping itu juga melibatkan spesifikasi ranah hasil belajar yang ditunjukan melalui sampel tes yang mewakili keseluruhan ranah tugas-tugas belajar dan yang hasilnya layak untuk digunakan di dalam pembelajaran berikutnya.
        Tes dapat digunakan untuk memenuhi berbagai tujuan pembelajaran. Berbagai penggunaan tes dan instrument evaluasi lain juga dapat diklasifikasikan ke dalam empat jenis ujian hasil belajar, yaitu:
a.      Ujian Penempatan
b.      Ujian Formatif
c.       Ujian Diagnostik
d.      Ujian Sumatif
2.      Penyusunan tabel Kisi-Kisi Tes
Data yang dikumpulkan melalui ujian umumnya diharapkan memenuhi harapan, yaitu valid, reliable dan bermanfaat. Untuk itu guru diharapkan mampu merumuskan item tes yang valid, reliable dan praktis. Itulah sebabnya seorang guru hendaknya mengikuti prosedur sistematik didalam menarik sampel kinerja siswa secara representative pada masing-masing bagian pembelajaran yang hendak diukur.
Salah satu alat yang telah digunakan secara luas untuk menarik sampel bagian pembelajaran adalah penggunaan tabel kisi-kisi. Tabel kisi-kisi ini menghubungkan tujuan pembelajaran dengan materi pembelajaran dan spesifikasi relative yang menekankan masing-masing tipe hasil belajar.
Pembuatan tabel kisi-kisi meliputi kegiatan :
a.      Perumusan Tujuan Pembelajaran
b.      Pembuatan Garis besar materi Pembelajaran
c.       Penyiapan Tabel Kisi-Kisi
d.      Pemilihan dan Pengembangan Butir Soal Tes
e.      Pemilihan Strategi Ujian
f.        Penetapan Jadual ujian

B.      Proses Evaluasi Hasil Belajar
Prinsip penyelenggaraan ujian yang paling pokok adalah bahwa semua siswa harus dibeerikan peluang yang sama untuk mendemonstrasikan hasil belajar yang hendak diukur. Ini berarti baik lingkungan fisik maupun psikologis dan sosial harus diciptakan secara kondusif agar siswa mampu mengerjakan secara maksimal dan guru mengendalikan faktor-faktor yang mengganggu jalannya ujian.
Kondisi fisik yang baik ditunjukan adanya ruang ujian yang mencukupi, tenang, terang, fentilasi dan temperature udara mencukupi. Lingkungan psikologis yang kondusif yaitu tidak adanya rasa cemas dan ketakutan pada diri siswa selama mengerjakan item tes. Beberapa sumber kecemasan yang sering dijumpai pada diri siswa adalah:
1.      Rasa kegagalan sebelum mengerjakan item tes.
2.      Peringatan dari guru agar siswa berperilaku baik.
3.      Guru menyatakan bahwa siswa harus bekerja cepat untuk menyelesaikan pekerjaan. Lingkungan sosial yang kondusif yaitu siswa boleh mengajukan pertanyaan kepada guru apabila menjumpai item tes yang tidak jelas.
Ada beberapa saran yang dapat digunakan didalam penyelenggaraan ujian agar siswa berhasil dalam ujian.
1.      Memotivasi siswa untuk bekerja sendiri secara maksimal.
2.      Sampaikan peraturan ujian secara jelas.
3.      Menjaga penggunaan waktu ujian secara tepat.
4.      Catat peristiwa-peristiwa penting yang terjadi selama berlangsungnya ujian.
5.      Kumpulkan hasil pekerjaan siswa secara tepat.

C.      Produk Evaluasi
Fase produk dalam evaluasi hasil belajar adalah berupa kegiatan analisis dan penafsiran hasil ujian. Analisi dan penafsiran data itu hampir selalu diikuti oleh persiapan laporan tentang tujuan, prosedur, dan hasil evaluasi. Hasil produk evaluasi itu setidak-tidaknya digunakan untuk tiga kepentingan, yaitu:
1.       Memberikan balikan-balikan dan petunjuk kepada pihak-pihak yang terlibat pada pendidikan.
2.       Memberi balikan kepada pembuat keputusan.
Tergantung pada jenis evaluasi yang diterapkan

KEKERASAN DAN KESENJANGAN DI PERKOTAAN


Dalam persepektif sosiologi, kekerasan merupakan perilaku sosial yang menjadi produk dan stimulant perilaku-perilaku seseorang terhadap orang lain. Dalam konteks ini, individu yang melakukan kekerasan dianggap bukan untuk memenuhi kepuasan kolektif. Kekerasan merupakan bentuk bentuk respon yang berstruktur dan lahir dari endapan berbagai pengalaman yang  tidak memuaskan.
Secara sosiologis, kekerasan merupakan salah satu indikasi bahwa masyarakat sedang ‘sakit’ dimana faktor non-adaptive lebih berkembang daripada faktor adaptive. Dalam kondisi demikian, masyarakat dilanda krisis nilai dan norma sosial.
Garis ekspektasi telah berkembang sedemikian rupa sehingga meninggalkan garis yang dicapai. Garis ekspektasi memang hampir tidak pernah bersinggungan dengan garis yang dicapai, tatapi ketika jarak antara kedua garis tersebut masih berada dalam ambang batas toleransi, biasanya tidak menimbulkan masalah. Masalah (terutama kekerasan) akan muncul ke permukaan apabila jarak antara kedua sisi tersebut sudah melewati ambang batas toleransi. Persoalannya, karena masyarakat membangun mekanisme sendiri untuk mengembangkan toleransi, maka tidak mudah diprediksi kapan kekerasan akan terjadi, dan tingkat toleransi suatu masyarakat juga berbeda dengan masyarakat lainnya.
Kendati perilaku kekerasan sering terjadi dalam kehidupan perkotaan, itu tidak berarti bahwa fenomena tersebut menjadi bagian integral dari system sosial dan struktur soaial masyarakat kota.
Kehidupan masyarakat kota di banyak Negara berkembang, termasuk Indonesia, lazim ditandai oleh pesatnya perubahan struktur lapangan kerja dari pekerjaan yang kurang membutuhkan keahlian (unskilled occupation) kea rah pekerjaan yang membutuhkan keahlian (skilled occupation). Dalam istilah lain adalah sebagai perubahan kerja dari pekerjaan manual ke pekerjaan clerical. Untuk dapat mengikuti perkembangan tersebut, di perlukan keahlian yang terutama dicapai melalui pendidikan.
Dalam kenyataannya, kemampuan anggota masyarakat dalam menjawab perubahan tersebut amat beragam. Lapisan menengah ke atas atau sebagai ekonomi kuat lebih mudah menjawab perubahan itu. Rata-rata tingkat pendidikan mereka relative tinggi dan mereka mempunyai keterampilan yang lebih. Kondisi demikian sangat berbeda dengan lapisan bawah. Tingkat pendidikan mereka pada umumnya rendah. Oleh karenanya, mereka selalu kalah bersaing ketika ada kompetisi mengisi kesempatan kerja. Inilah dimensi pertama dari bentuk kesenjangan sosial yang terjadi pada masyarakat perkotaan.
Kesempatan kerja atau pengembangan usaha pada lapisan menengah ke atas tidak juga selalu berjalan dengan mulus. Di kalangan mereka, juga terjadi kompetisi yang cukup sengit, bahkan kompetisi tersebut bias berkembang dengan tidak sehat ketika kelompok-kelompok tertentu mencari jalan pintas dengan cara melakukan kolusi dengan penguasa. Seperti contoh adanya suap-menyuap, KKN dan Monopoli. Inilah dimensi kedua dari bentuk kesenjangan sosial yang terjadi dikalangan masyarakat perkotaan. Kekerasan dapat dilakukan di antara sesame kelompok pada lapisan yang sama, tetapi juga dapat dikalukan kepada mereka yang berada di lapisan di bawahnya, terutama apabila mereka merasa tidak mempunyai nyali untuk memberikan perlawanan terhadap rivalnya.
Sementara itu, dikalangan masyarakat bawah sendiri telah berkembang bermacam-macam cara untuk mempertahankan hidup. Yaitu dengan mengembangkan  strategi survival, diantaranya adalah : hubungan ‘induk-semang’ dengan lapisan atas (adanya mekanisme ‘take and give’ dimana masing-masing pihak memperoleh keuntungan), hubungan ‘a close-knit network’ (adanya hubungan dengan sanak-kerabat, handai-taulan, atau tetangga dekat). Sedangkan diluar kedua model tersebut, masih ada kelompok lain yang seakan-akan terlempar dari percaturan ekonomi, yaitu kelompok yang menjadi pengemis dan terjun ke dunia hitam (criminal). Inilah bentuk kesenjangan sosial ke tiga yang berkembang dalam kehidupan masyarakat perkotaan.
Masalahnya, bagaimana cara mengatasinya? Seberapa jauh agama dapat berperan menemukan kembali makna spiritualitas orang kota? Sebelum menjawab masalah tersebut, perlu adanya identifikasi terlebih dahulu siapakah ‘orang kota itu’. Selanjutnya, perlu diidentifikasi bagaiman mereka menempatkan agama dalam kehidupan sosialnya: apakah agama ditempatkan sebagai refrensi dalam bersikap dan berperilaku atau sebaliknya, apakah agama ditempatkan sebagai alat untuk melegitimasi sikap dan perilakunya. Dari hasil identifikasi semacam itu, selanjutnya dapat dibangun strategi sosialisasi ajaran agama yang efektif, efisien atau sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya.

Minggu, 19 September 2010

PEMBERDAYAAN SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBANGUNAN YANG BERPUSAT PADA RAKYAT (PEOPLE CENTRED DEVELOPMENT)



Pembangunan Sosial
Bagaimanapun, pembangunan harus menempatkan manusia sebagai pusat perhatian atau sebagai subjek yang berperan aktif, sedangkan proses pembangunannya harus menguntungkan semua pihak. Dalam konteks ini, masalah kemiskinan, kelompok rentan, dan semakin meningkatnya pengangguran perlu mendapat perhatian utama. Masalah-masalah tersebut dapat berubah menjadi penyebab instabilitas yang sangat membahayakan pelaksanaan pembangunan.
Oleh karena itu, komitmen dan konsistensi pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth) dengan cara-cara yang adil dan tanpa mengecualikan masyarakat miskin akan meningkatkan keterpaduan sosial dengan politik yang didasari oleh hak-hak asasi manusia, nondiskriminasi, dan memberikan perlindungan kepada mereka yang kurang beruntung (Harry, 1999).
Tujuan akhir strategi pembangunan sosial adalah memperbaiki kualitas hidup seluruh rakyat dengan aspirasi-aspirasi dan harapan individu dan kolektif yang berpijak dalam konsep tradisi budaya dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang sedang berlaku. Tujuan objektif dalam strategi pembangunan sosial, pada intinya, adalah  memberantas kemiskinan absolute, realisasi keadilan yang distributive, dan peningkatan partisipasi masyarakat secara nyata.

Model Pembangunan Yang Berpusat Pada Rakyat
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan antithesis dari model pembangunan yang berorientasi pada produksi. Korten dan Carner (1993), secara sederhana menyatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada produksi lebih memusatkan perhatian pada hal-hal berikut.
1.      Industri dan bukan pertanian.
2.      Daerah perkotaan dan bukan pedesaan.
3.      Pemilikan aset produktif yang terpusat, dan bukan aset produktif yang luas.
4.      Investasi-investasi pembangunan lebih menguntungkan kelompok yang sedikit, bukan yang banyak.
5.      Penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumberdaya manusia yang optimal sehingga sumber daya modal dimanfaatkan.
6.      Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan untuk mencapai peningkatan kekayaan fisik jangka pendek.
7.      Efisiensi satuan-satuan produksi skala besar yang paling tergantung dan didasarkan pada perbedaan keuntungan internasional.
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan pengalaman masyarakat dalam sejarah penjajahan dan posisinya dalam tatanan ekonomi internasional.
Korten dan Carner (1993), menyatakan konsep pembangunan berpusat pada rakyat memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang paling utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan. Selanjutnya, Korten dan Carner mengemukakan tiga tema penting yang dianggap sangat menentukan bagi konsep perencanaan pembangunan yang berpusat pada rakyat , yaitu sebagai berikut.
1.      Penekanan pada dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin guna menangani kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.
2.      Kesadaran bahwa kendatipun sekor modern merupakan sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi yang konvensional, tetapi sector tradisional menjadi sumber utama bagi kehidupan sebagian besar rumah tangga miskin.
3.      Kebutuhan adayanya kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun kemampuan para penerima bantuan yang miskin demi pengelolaan yang produktif dan swadaya berdasarkan sumber-sumber daya local.
Perspektif dasar dan metode analisis yang digunakan dalam pendekatan pembangunan ini adalah ekologi manusia, yaitu disiplin ilmu yang mengkaji interaksi antara system manusia dan ekosistem. Selain itu, pendekatan ini juga mampersoalkan dua asumsi yang terkandung dalam model-model pembangunan ekonomi. Pertama, pembangunan dengan sendirinya harus membantu setiap orang; dan kedua, masyarakat berkeinginan dapat diintegrasikan dalam arus utama pembangunan model barat, keadaan dimana mereka  tidak mempunyai pilihan untuk merumuskan jenis masyarakat yang mereka inginkan.
Dengan menggunakan waktu sebagai ukuran dasar perubahan dalam pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat dibedakan antara strategi jangka panjang dan jangka pendek. Strategi jangka panjang diperlukan untuk menghancurkan struktur ketimpangan sosial, kelas, dan bangsa. Persyaratan dasar bagi proses ini termasuk didalamnya adalah pembebasan nasional dari dominasi kolonialisme dan neokolonialisme, pergeseran dari strategi pertanian yang berorientasi ekspor, serta control yang lebih besar terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan multinasional. Sementara itu, strategi jangkan pendek didefinisikan sebagai kebutuhan untuk menemukan cara-cara menghadapi krisis-krisis yang sedang berlangsung. Cara yang lazim ditempuh adalah membantu masyarakat dalam proses produksi pangan melalui peningkatan diversivikasi pertanian sebagaimana kesempatan kerja disektor formal dan informal.
Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat kembali subordinasi mereka melalui organisasi-organisasi local secara bot-tom-up. Dalam kaitan ini, organiosasi yang dianggap paling efektif adalah organisasi yang bermula pada pemenuhan kebutuhan praksis masyarakat yang kongkret.
Kebutuhan praksis yang dimaksud adalah berbagai kebutuhan dasar manusia (basic needs). Sementara itu, kebutuhan strategis mencakup kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas pelayanan sosial dan pemenuhan hak-hak individu, kelompok, dan masyarakat dalam mancapai kualitas hidup dan kesejahteraan sosial.
Usaha kesejahteraan sosial yang terbatas pada pemberian bantuan sosial kepada kelompok rentan hanya dapat memenuhi kebutuhan praksis sesaat. Bahkan, jika strategi ini digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan ketergantungan dari sasaran. Karena itu, bantuan sosial-bantuan sosial harus diintegrasikan dengan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai intervensi pekerjaan sosial. Misalnya, peningkatan kemampuan dasar (komunikasi, kepercayaan diri, motivasi, kemandirian, dll.), peningkatan interaksi sosial, penciptaan relasi-relasi sosial, pengembangan jaringan kerja, mobilisasi sumber sosial, peningkatan integrasi sosial (Dubois dan Miley, 1996).
Strategi pendekatan ini tidak akan digunakan tanpa adanya organisasi-organisasi local dan kelompok-kelompok sejenis atau yang lazim disebut Community Base Organizations (CBO’s). Karena itu, hal-hal penting yang kanan digunakan oleh organisasi-organisasi seperti itu bukan saja perubahan-perubahan yang legal-formal, melainkan juga mobilisasi politik, peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, perbaikan manajemen pelayanan sosial dan pendidikan non-formal (Dubois dan Miley, 1996).
Zaman baru yang dibayangkan melalui pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat mensyaratkan adanya transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dalam ekologi manusia, yang telah menindas masyarakat (Korten, 1987). Perubahan hokum, aturan kemasyarakatan, system hak milik dan control atas masyarakat, aturan perburuhan, institusi sosial dan legal-formal yang melindungi control sosial masyarakat merupakan hal-hal yang sangat penting jika masyarakat ingin memperoleh keadilan dalam tatanan sosial-politik tertentu.
Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat yang ditempuh dengan strategi pemberdayaan berupaya keras untuk mencapai kebutuhan strategi masyarakat secara tidak langsung melalui kebutuhan praksis masyarakat. Juga menghindari konfrontasi secara langsung dengan mambangun kebutuhan praksis masyarakat sebagai basis untuk membangun landasan yang kuat sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis.
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial-budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan budaya.
Kajian strategis pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik menjadi sangat penting  sebagai input untuk melakukan reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Melalui reformulasi ini, peluang bagi masyarakat untuk membangun secara partisipatif aktif dapat diwujudkan. Dalam pembangunan yang partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang dianggap paling tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian rupa sehingga esensi pemberdayaan tidak terdistorsi.
Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama (subjek) dalam pembangunan. Ini membutuhkan kajian strategis yang lebih intensif tentang restruktruisasi system sosial pada tingkat mikro, mezzo, dan makro. Melalui kajian ini, masyarakat local dapat mengembangkan potensinya tanpa ada hambatan eksternal pada struktur mezzo dan makro. Struktur mezzo yang dimaksud dapat berupa struktur pemerintah regional setingkat kabupaten/kota dan propinsi; sedangkan struktur makro dapat berupa struktur pemerintah pusat atau nasional. Pola kebijakan yang selama ini dilaksanakan lebih kuat dating dari atas ke bawah (top-down) dari pada dari bawah ke atas (down-top).
Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah yang signifikanj, dari peran sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, pemungkin, koordinator, pendidik, mobilisator, system pendukung dan peran-peran lainnya yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung. Adapun peran organisasi local, organisasi sosial, LSM dan kelompok masyarakat lainnya lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelayanan sosial kepada kelompok rentan atau masyarakat pada umumnya. Dalam posisi sedemikian, permasalahan sosial dapat ditangani oleh masyarakat atas fasilitas dari pemerintah.

PENGARUH SITUS PORNO TERHADAP KESEHATAN MENTAL REMAJA


BAB I
PENDAHULUAN


A.          Latar Belakang
Sekitar 1,8 juta warga Indonesia yang sudah mengenal dan mengakses internet, 50% diantaranya ternyata tidak bisa menahan diri  untuk tidak membuka situs porno. Penggunaan internet untuk mengakses situs-situs porno memang sangat sulit untuk dihindari, mengingat bahwa situs-situs semacam itu tersedia sangat banyak dalam dunia maya tersebut. Kenyataan yang ada di Indonesia saat ini tampaknya tidak jauh berbeda. Hal itu terlihat dari  masuknya situs-situs porno di search engine sebagai Top 10 Website yang paling banyak dikunjungi.   Dengan melihat jumlah pengakses situs-situs porno di internet yang cenderung meningkat dari hari ke hari, maka perlu diwaspadai dampak penggunaan teknologi tersebut terhadap kesehatan mental dan hubungan interpersonal si user/netter.

B.           Rumusan Masalah
Pengaruh situs porno dalam kesehatan mental sangatlah beragam. Dari hal tersebut dapat ditemukan beberapa permasalahan antara lain :
1.      Bagaimana periaku remaja pada kesehatan mental ?
2.      Apa dampak negatif pecandu porno grafi terhadap kesehatan mental ?
3.      Bagaimana pengaruh situs porno terhadap kesehatan mental remaja ?

BAB II
PEMBAHASAN

A.          Periaku Remaja pada Kesehatan Mental
Keberadaan situs porno dinilai dapat membantu pasangan yang mengalami masalah dalam hubungan seksual karena menyediakna berbagai informasi yang terkadang "enggan" untuk dibicarakan secara langsung oleh pasangan tersebut. Menurut Leiblum (1997) dalam  Journal of Sex Education and Therapy  berjudul Sex and the net: Clinical implications, situs porno merupakan sarana ekspresi seksual yang memiliki rentangan secara kontinum dari sekedar rasa ingin tahu sampai pada perilaku obsesif. Bagi individu yang memerlukan terapi seksual,  media seksual on-line seringkali dianggap dapat mengakomodasi  hal-hal  yang berhubungan dengan isolasi sosial dan ketidakbahagiaan dalam hidup.  Lieblum membedakan 3 (tiga) karakter klinis dari para pengakses situs porno. Ketiga profil tersebut adalah:
Loners, dimana seseorang (user) menganggap bahwa situs porno dapat menjadi alat untuk mengakomodasi masalah-masalah atau hal-hal yang tidak menyenangkan dalam hidup.
Partners, dimana situs porno dianggap sebagai bagian dari pasangan hidup si user. Ketika user mengalami masalah dia dapat mencari solusi melalui situs porno.
Paraphilics, dimana seseorang tergantung pada situs porno untuk memberikan stimulasi dan kepuasan seksual.
Berdasarkan pandangan tersebut dapat disimpulkan bahwa jika seseorang hanya menganggap bahwa situs porno sebagai alat untuk mengakomodasikan masalah-masalah seksual saja maka ia tidak bisa digolongkan sebagai seseorang yang memiliki masalah kejiwaan. Pada tahapan berikut di mana pengguna  menganggap situs porno sebagai partner yang bisa digunakan sebagai sarana untuk mencari solusi atas permasalahan yang dihadapinya, sebenarnya individu sudah memasuki titik yang rawan untuk menuju ke tahapan berikutnya (Paraphilics), jika ia tidak mampu mengendalikan diri dan tidak segera menyelesaikan masalah yang ada dengan pasangannya. 
Sama halnya dengan beberapa perilaku adiksi yang lain (misalnya perjudian, alkoholik), maka jika individu sampai masuk ke tahapan ketiga maka dapat dipastikan bahwa ia memiliki masalah kejiwaan yang menyangkut perilaku adiksi.Dari uraian diatas dapat terlihat bahwa pengguna internet memiliki berbagai tujuan dan alasan dalam mengakses situs porno. Apakah Anda akan menggunakan situs tersebut untuk tujuan-tujuan yang positif demi kebahagiaan hidup Anda dan pasangan Anda atau sebaliknya, semua terserah Anda. Berasumsi bahwa semua pengakses internet memiliki masalah-masalah patologis tentu sangat tidak adil. Namun demikian hal yang perlu diperhatikan adalah jangan sampai situs porno merupakan "menu harian" dalam mengakses internet.
Selain itu bagi Anda yang sudah memiliki pasangan hidup  jika mengalami masalah-masalah seksual hendaklah membicarakannya dengan pasangan Anda terlebih dahulu.Mengingat bahwa di Indonesia sampai saat ini belum ada aturan atau tata cara yang mengatur penggunaan teknologi internet ini, maka kendali sepenuhnya ada ditangan Anda. Situs porno yang sudah demikian marak dalam dunia maya tersebut tidak mungkin lagi dapat diblokir atau dihindari seperti yang pernah dilakukan oleh Departemen Penerangan beberapa tahun yang lalu.   

B.           Dampak Negatif Pecandu Pornografi terhadap Kesehatan Mental
Para psikolog dan ahli ilmu-ilmu sosial lainnya telah lama menaruh perhatian pada dampak yang ditimbulkan oleh situs-situs porno atau sering disebut juga sebagai "CYBERSEX". Ada dua pandangan yang muncul sehubungan dengan hal tersebut.
Pertama,  pandangan yang menganggap situs porno mendorong terjadinya hal-hal yang bersifat patologis bagi user. Pandangan ini cenderung berfokus pada perilaku addictive dan compulsive.  
Kedua, pandangan yang menganggap bahwa situs porno hanya merupakan sarana untuk mengekplorasi dan mencari informasi mengenai masalah-masalah seksual. Dengan kata lain mengakses situs porno merupakan suatu ekspresi seksual.
Mary Anne Layden (Direktur Program Psikopatologi dan Trauma Seksual, Univ Pennsylvania, AS) menyatakan bahwa :
1.      Gambar porno adalah masalah utama pada kesehatan mental penduduk dunia saat ini.
2.      Pornografi tak cuma memicu ketagihan yang serius tapi juga pergeseran pada emosi dan perilaku sosial.
3.      40 % pasien yang ketagihan pornografi kehilangan pasangannya.
4.      58 % pasien mengalami kerugian finansial.
5.      27 - 48 % dipecat/keluar dari pekerjaannya.
6.      Kasus-kasus berat kebanyakan bermula dari sekedar iseng
7.      Kekuatan dibalik gambar porno luar biasa
8.      Gambar porno tak cuma memberi kesenangan sesaat, tetapi secara inheren bertalian dengan pembentukan dorongan-dorongan negatif seperti rasa marah, kekerasan, cemburu, berbohong atau mementingkan diri sendiri.
9.      Konsumsi gambar porno secara intensif dan lama berpotensi mengubah pemahaman secara fundamental tentang relasi-relasi hubungan seksual dengan lawan jenis. Seks bukanlah keintiman, prokreasi atau perkawinan. Seks adalah fantasi, pesona bagian2 tubuh, kekerasan dsb.


Pornografi memicu ketagihan akut
·         Berdasar pemotretan melalui Positron Emission Tomografi (PET) terlihat jelas bahwa seseorang yang tengah menikmati gambar porno mengalami proses kimia dalam otak sama dengan orang yang tengah menghisap kokain.
·         Dampak akut pornografi ternyata lebih jahat ketimbang kokain karena pengaruh kokain dalam tubuh bisa dihilangkan dengan detoksifikasi. Adapun materi pornografi sekali terekam dalam otak, image pornografi akam mendekam dalam otak selamanya.
·         Tak satupun data yang memperlihatkan keuntungan mengkonsumsi gambar2 porno.
·         Pecandu pornografi cenderung mengalami ejakulasi dini, disfungsi ereksi dalam kehidupan seksual nyatanya.
·         Terlalu lama bercengkerama dengan fantasi seks non alami seperti cybersex membuat mereka kesulitan ketika mesti berhadapan dengan manusia nyata. Pornografi melambungkan ekspektasi soal kenikmatan seksual pada saat yang sama mereka kehilangan pengalaman seks riilnya.
Bagaimana otak merespon pornografi?
Dr. Judith Reisman, pakar neuroscience (ilmu syaraf) Presiden Institut Edukasi media, California AS menyebutkan :
·         Kajian neuroscience membuktikan sebuah image yang menggetarkan emosi serupa gambar porno memicu reaksi biokimia yang kuat pada otak. Reaksi ini bersifat instan namun meninggalkan jejak ingatan permanen. Sekali saja cairan zat kimia ini tercipta di otak ia akan sulit bahkan tidak mungkin terhapus.
·         Ada semacam fenomena sabotase pada otak yang aneh ketika image tertangkap mata meski hanya 3/10 detik dan tersambung ke otak, maka secara alami otak akan mengalami pembentukan struktural lantas merekamnya menjadi memori.
·         Secara literal kita terus mengembangkan otak baru (new brain) pada setiap pengalaman visual yang kita alami. Gambar porno adalah image yang sangat kuat dan karena tekanan hormon libido memicu ketagihan
Efek Pornografi Hasil riset Victor B cline (1986) di AS :
1.      Addiction, pikiran tidak tenang, selalu ingin melihat materi-materi pornografi
2.      Escalation, tuntutan untuk meningkatkan kadar materi pornografi yang dilihat
3.      Desensitization, tidak peduli bahaya pornografi
4.      Act out, melampiaskan hasrat.
Akan menjadi masalah besar jika materi pornografi dikonsumsi anak-anak dan remaja. Akan memberikan rangsangan kuat untuk melakukan hubungan seks padahal mereka belum siap untuk itu. Akan melahirkan banyak masalah sosial seperti kehamilan diluar nikah, putus sekolah, aborsi, single parent, penyebaran penyakit kelamin HIV/AIDS, tindak kriminal seks seperti perkosaan dan pembunuhan yang dipicu pelampiasan nafsu seks akibat mengkonsumsi materi pornografi.
Remaja dan anak-anak adalah kelompok yang rentan terpengaruh media porno. Mereka sangat ingin tahu terhadap perubahan fisik sementara pendidikan agama yang dibarengi pendidikan seks yang bertanggungjawab sulit didapatkan. Namun materi-materi pornografi justru sangat mudah didapatkan.
Studi terhadap mereka yang memiliki perilaku seks yang cenderung tidak terkontrol/kecanduan seks, kecenderungan tersebut umumnya dimiliki mereka yang dimasa kecil mengalami pelecehan seks yang diikuti dengan mengkonsumsi pornografi. Hampir semua penyimpangan seks seperti pedopilia, eksibisionisme, incest dll adalah perilaku yang dipelajari dari media bukan diturunkan secara biologis dari orangtua.
C.          Pengaruh Situs Porno terhadap Kesehatan Mental Remaja
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa situs porno mendorong terjadinya tindak kriminal dan perilaku seks menyimpang.  Menurut penelitian, situs porno memungkinkan user/netter untuk melakukan berbagai komunikasi erotik melalui komputer mulai dari tingkatan yang bersifat godaan atau lelucon porno, pencarian dan tukar-menukar informasi mengenai pelayanan seksual sampai pada diskusi terbuka tentang perilaku seks menyimpang. Selain itu komunikasi melalui internet seringkali digunakan untuk mengeksploitasi pornography yang melibatkan anak-anak dan remaja serta alat yang dipakai untuk menyamarkan identitas seksual seseorang dengan tujuan tertentu.
Penelitian pertama yang menyelidiki kecanduan mengakses situs porno dilakukan Bingham dan Piotrowski (1996). Hasil penelitian mereka yang tertuang dalam Psychological Report berjudul On-line sexual addiction: A contemporary enigma mengungkapkan 4 (empat) karakteristik yang terdapat pada individu pecandu situs porno (addicted to cybersex). Keempat karakteristik tersebut adalah:
-          Ketrampilan sosial yang tidak memadai
-          Bergelut dengan fantasi-fantasi yang bersifat seksual
-          Berkomunikasi dengan figur-figur ciptaan hasil imaginasinya sendiri
-          Tidak mampu mengendalikan diri untuk tidak mengakses situs porno
Sementara itu penelitian terhadap perilaku kompulsif  dalam mengakses situs porno terungkap bahwa perilaku tersebut didorong oleh faktor-faktor seperti kesepian (loneliness), kurang percaya diri (lack of self-esteem), dan kurangnya pengendalian diri terhadap masalah seksual.
Masturbasi dan Kesehatan Mental
Masturbasi adalah sebuah fenomena umum dan sering didiskusikan yang terdapat di mana-mana, baik pada anak kecil, anak-anak muda, orang dewasa maupun pada mereka yang sudah berkeluarga, terutama pada golongan masyarakat dengan pendidikan yang lebih tinggi bahkan juga masih terdapat pada orang-orang yang sudah tua.
Gejala masturbasi pada usia pubertas dan remaja, banyak sekali terjadi. Hal ini disebabkan oleh kematangan seksual yang memuncak dan tidak mendapat penyaluran yang wajar; lalu ditambah dengan rangsangan-rangsangan ekstern berupa buku dan gambar porno, film biru, meniru kawan dll.
Oleh sebagian orang, masturbasi dianggap sebagai sebuah kebiasaan yang menyenangkan. Tetapi pada kelompok lain justru dianggap merupakan aktivitas penodaan diri atau “zelfbevekking” yang dapat menimbulkan kelainan psikosomatik dan aneka dampak buruk lainnya.
Tujuan utama masturbasi adalah mencari kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tanpa bersenggama. Akan tetapi masturbasi tidak dapat memberikan kepuasan yang sebenarnya. Berbeda dengan bersenggama yang dilakukan oleh dua orang yang berlawanan jenis. Mereka mengalami kesenangan, kebahagiaan, dan keasyikan bersama.
Pada senggama, rangsangan tidak begitu perlu dibangkitkan secara tiruan, karena hubungan seksual antara laki-laki dan perempuan merupakan suatu hal yang alami. Dalam masturbasi satu-satunya sumber rangsangan adalah khayalan diri sendiri. Itulah yang menciptakan suatu gambaran erotis dalam pikiran. Masturbasi merupakan rangsangan yang sifatnya lokal pada anggota kelamin. Hubungan seks yang normal dapat menimbulkan rasa bahagia dan gembira, sedangkan masturbasi malah menciptakan depresi emosional dan psikologis.
Onani atau masturbasi dalam pengertian sekarang bukanlah seperti yang dilakukan Onan. Masturbasi berarti mencari kepuasan seksual dengan rangsangan oleh diri sendiri (autoerotism), dan dapat pula berarti menerima dan memberikan rangsangan seksual pada kelamin untuk saling mencapai kepuasan seksual (mutual masturbation). Yang pasti pada masturbasi tidak terjadi hubungan seksual, tapi dapat dicapai orgasme.
Freud (1957) mengatakan ada 3 fase dari masturbasi, yaitu (1) pada bayi; (2) pada fase perkembangan yang paling tinggi dari perkembangan seksual infantile yaitu pada kisaran umur 4 tahun, dan (3) pada fase pubertas. Menurut Freud, naluri seksual sudah terdapat pada permulaan kehidupan dan berkembang secara progressif sampai umur 4 tahun. Setelah ini berhenti maka tidak ada lagi perkembangan berikutnya (masa laten) sampai tiba saatnya masa pubertas pada kisaran umur 11 tahun.
Teori psikoanalisis memandang bahwa terdapat hambatan-hambatan psikologis pada proses pematangan psikoseksual yang normal, sehingga dapat timbul regresi ke fase perkembangan sebelumnya atau fiksasi dapat timbul pada salah satu fase-fse di atas dan perkembangan psikoseksual berhenti. Kebanyakan “penyimpangan seksual” berakar pada regresi dan fiksasi pada tingkat perkembangan seksual yang infantil ini.
Berdasarkan cara melakukannya, masturbasi dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu :
1.   Masturbasi sendiri (auto masturbation); stimulasi genital dengan menggunakan tangan, jari atau menggesek-gesekkannya pada suatu objek
2.   Masturbasi bersama (mutual masturbation); stimulasi genital yang dilakukan secara berkelompok yang biasanya didasari oleh rasa bersatu, sering bertemu dan kadang-kadang meluaskan kegiatan mereka pada pencurian (stealing) dan pengrusakan (vandalism)
3.   Masturbasi psikis; pencapaian orgasme melalu fantasi dan rangsangan audio-visual.


Sedangkan ahli psikologi lainnya, Caprio (1973), menggolongkan kegiatan masturbasi ke dalam 2 kelompok besar, yaitu :
1.      Masturbasi yang normal, meliputi pembebasan psikologik ketegangan seksual pada masa anak-anak muda yang normal; dilakukan tidak berlebihan; masturbasi yang dilakukan oleh seseorang yang belum kawin; masturbasi yang dilakukan antar pasangan-pasangan suami-istri sebgai selingan dari intercourse yang konvensional
2.      Masturbasi yang neurotic, meliputi masturbasi yang dilakukan terlalu banyak dan bersifat konvulsif; masturbasi antara pasangan-pasangan yang lebih menyukai cara ini daripada intercourse, masturbasi dengan gejala-gejala kecemasan, rasa salah/dosa yang amat sangat, masturbasi pemuasan yang berhubungan dengan penyimpangan seksual dan yang dapat diancam dipersalahkan oleh hukum.
Masturbasi adalah ungkapan seksualitas yang alami dan tidak berbahaya bagi pria dan wanita, dan cara yang sangat baik untuk mengalami kenikmatan seksual. Bahkan, beberapa pakar berpendapat bahwa masturbasi bisa meningkatkan kesehatan seksual karena meningkatkan pemahaman seseorang akan bagian-bagian tubuhnya dan dengan cara bagaimana memuaskannya, membangun rasa percaya diri dan sikap dapat memahami diri sendiri.
Pengetahuan ini selanjutnya bisa dibawa untuk memperoleh hubungan seksual yang memuaskan di masa depan, baik dengan cara masturbasi bersama-sama pasangan, atau karena bisa memberitahukan pasangannya apa-apa saja yang bisa memuaskan diri mereka. Ini adalah usul yang bagus bagi setiap pasangan untuk membicarakan perilaku masturbasi mereka dan juga untuk menenangkan pasangan jika sewaktu-waktu salah satu di antara mereka lebih memilih untuk melakukan masturbasi daripada senggama.



Dampak Terhadap Kesehatan Mental
Impuls-impuls autoerotic (masturbasi) terdapat pada semua manusia. Perbedaannya hanya terletak pada bagaimana cara kita menyelesaikan dorongan-dorongan tersebut. Beberapa dari kita merepresikan dorongan tersebut untuk memuaskan dirinya, sementara yang lain mengekspresikan keinginannya untuk mendapatkan pemuasan seksual.
Salah satu dorongan manusia yang sering menyebabkan manusia mendapat kesulitan pribadi dan sosial adalah dorongan seksual, yang pada kenyataannya sering menghadapkan manusia kepada suatu keadaan yang mendesak dan sangat membujuk untuk memperoleh pemuasan seksual dengan segera. Adanya persoalan seksual pada individu dapat menyebabkan individu yang bersangkutan sering dihadapkan pada keadaan yang seolah-olah ada kecenderungan untuk jatuh ke tingkat yang immature atau infantil dan setiap usaha untuk bertingkah laku seksual yang matur terhambat karenanya.
Masturbasi memunculkan banyak mitos tentang akibatnya yang merusak dan memalukan. Citra negatif ini bisa dilacak jauh ke belakang ke kata asalnya dari bahasa Latin, mastubare, yang merupakan gabungan dua kata Latin manus (tangan) dan stuprare (penyalahgunaan), sehingga berarti “penyalahgunaan dengan tangan”.
Anggapan memalukan dan berdosa yang terlanjur tertanam disebabkan karena porsi “penyalahgunaan” pada kata itu hingga kini masih tetap ada dalam terjemahan moderen - meskipun para aparatur kesehatan telah sepakat bahwa masturbasi tidak mengakibatkan kerusakan fisik maupun mental. Tidak juga ditemukan bukti bahwa anak kecil yang melakukan perangsangan diri sendiri bisa mengalami celaka. Yang terjadi adalah, sumber kepuasan seksual yang penting ini oleh beberapa kalangan masih ditanggapi dengan rasa bersalah dan kecemasan karena ketidaktahuan mereka bahwa masturbasi adalah kegiatan yang aman, juga karena pengajaran agama berabad-abad yang menganggapnya sebagai kegiatan yang berdosa. Terlebih lagi, banyak di antara kita telah menerima pesan-pesan negatif dari para orang tua kita, atau pernah dihukum ketika tertangkap basah melakukan masturbasi saat kanak-kanak.
Pengaruh kumulatif dari kejadian-kejadian ini seringkali berwujud kebingungan dan rasa berdosa, yang juga seringkali sukar dipilah. Saat di mana masturbasi menjadi begitu berbahaya adalah ketika ia sudah merasuk jiwa (kompulsif). Masturbasi kompulsif - sebagaimana perilaku kejiwaan yang lain - adalah pertanda adanya masalah kejiwaan dan perlu mendapatkan penanganan dari dokter jiwa.
Fase akhir jika masturbasi konfulsif tidak diselesaikan dengan tepat adalah munculnya fenomena sexual addicted, sebuah ketagihan akan kegiatan-kegiatan seksual.
Secara fisik, masturbasi dapat menyebabkan kelecetan atau rusaknya mukosa dan jaringan lain dari organ genitalia yang bersangkutan, baik akibat penggunaan alat bantu masturbasi atau hanya dengan menggunakan tangan dan jemari.
Usaha-usaha Pencegahan
1.   Sikap dan pengertian orang tua
Pencegahan abnormalitas masturbasi sesungguhnya bias secara optimal diperankan oleh orang tua. Sikap dan reaksi yang tepat dari orang tua terhadap anaknya yang melakukan masturbasi sangat penting. Di samping itu, orang tua perlu memperhatikan kesehatan umum dari anak-anaknya juga kebersihan di sekitar daerah genitalia mereka. Orangb tua perlu mengawasi secara bijaksana hal-hal yang bersifat pornografis dan pornoaksi yang terpapar pada anak.
Menekankan kebiasaan masturbasi sebagai sebuah dosa dan pemberian hukuman hanya akan menyebabkan anak putus asa dan menghentikan usaha untuk mencontohnya. Sedangkan pengawasan yang bersifat terang-terangan akan menyebabkan sang anak lebih memusatkan perhatiannya pada kebiasaan ini,dan kebiasaan ini bias jadi akan menetap.
Orang tua perlu memberikan penjelasan seksual secara jujur, sederhana dan terus terang kepada anaknya pada saat-saat yang tepat berhubungan dengan perubahan-perubahan fisiologik seperti adanya ereksi, mulai adanya haid dn fenomena sexual secunder lainnya.
Secara khusus, biasanya anak remaja melakukan masturbasi jika punya kesempatan melakukannya. Kesempatan itulah sebenarnya yang jadi persoalan utama. Agar tidak bermasturbasi, hendaklah dia (anak) jangan diberi kesempatan untuk melakukannya. Kalau bisa, hilangkan kesempatan itu. Masturbasi biasanya dilakukan di tempat-tempat yang sunyi, sepi dan menyendiri. Maka, jangan biarkan anak untuk mendapatkan kesempatan menyepi sendiri. Usahakan agar dia tidak seorang diri dan tidak kesepian. Beri dia kesibukan dan pekerjaan menarik yang menyita seluruh perhatiannya, sehingga ia tidak teringat untuk pergi ke tempat sunyi dan melakukan masturbasi.
Selain itu, menciptakan suasana rumah tangga yang dapat mengangkat harga diri anak, hingga ia dapat merasakan harga dirinya. Hindarkan anak dari melihat, mendengar dan membaca buku-buku dan gambar-gambar porno. Suruhlah anak-anak berolah raga, khususnya olah raga bela diri, yang akan menyalurkan kelebihan energi tubuhnya. Atau membiasakan mereka aktif dalam organisasi kepemudaan dan keolahragaan.
2.   Pendidikan seks
Sex education (pendidikan seks) sangat berguna dalam mencegah remaja pada kebiasaan masturbasi. Pendidikan seks dimaksudkan sebagai suatu proses yang seharusnya terus-menerus dilakukan sejak anak masih kecil. Pada permulaan sekolah diberikan sex information dengan cara terintegrasi dengan pelajaran-pelajaran lainnya, dimana diberikan penjelasan-penjelasan seksual yang sederhana dan informatif.
Pada tahap selanjutnya dapat dilanjutkan dengan diskusi-diskusi yag lebih bebas dan dipimpin oleh orang-orang yang bertanggung jawab dan menguasai bidangnya. Hal penting yang ingin dicapai dengan pendidikan seks adalah supaya anak ketika sampai pada usia adolescent telah mempunyai sikap yang tepat dan wajar terhadap seks.
Pengobatan
Biasanya anak-anak dengan kebiasaan masturbasi jarang dibawa ke dokter, kecuali kebiasaan ini sangat berlebihan. Masturbasi memerlukan pengobatan hanya apabila sudah ada gejala-gejala abnormal, bias berupa sikap yang tidak tepat dari orang tua yang telah banyak menimbulkan kecemasan, kegelisahan, ketakutan, perasaan bersalah/dosa, menarik diri atau adanya gangguan jiwa yang mendasari, seperti gangguan kepriadian neurosa, perversi maupun psikosa.
v   Farmakoterapi :
1.   Pengobatan dengan estrogen (eastration)
Estrogen dapat mengontrol dorongan-dorongan seksual yang tadinya tidak terkontrol menjadi lebih terkontrol. Arah keinginan seksual tidak diubah. Diberikan peroral. Efek samping tersering adalah ginecomasti.
2.   Pengobatan dengan neuroleptik
a.   Phenothizine
Memperkecil dorongan sexual dan mengurangi kecemasan.
b.   Fluphenazine enanthate
Preparat modifikasi Phenothiazine. Dapat mengurangi dorongan sexual lebih dari dua-pertiga kasus dan efeknya sangat cepat. Diberikan IM dosis 1cc 25 mg. Efektif untuk jangka waktu 2 pekan.
3.   Pengobatan dengan trnsquilizer
Diazepam dan Lorazepam berguna untuk mengurangi gejala-gejalan kecemasan dan rasa takut. Perlu diberikan secara hati-hati karena dalam dosis besar dapat menghambat fungsi sexual secara menyeluruh. Pada umumnya obat-obat neuroleptik dan transquilizer berguna sebagai terapi adjuvant untuk pendekatan psikologik.
v  Psikoterapi
Psikoterapi pada kebiasaan masturbasi mesti dilakukan dengan pendekatan yang cukup bijaksana, dapat menerima dengan tenang dan dengan sikap yang penuh pengertian terhadap keluhan penderita. Menciptakan suasana dimana penderita dapat menumpahkan semua masalahnya tanpa ditutup-tutupi merupakan tujuan awal psikoterapi.
Pada penderita yang datang hanya dengan keluhan masturbasi dan adanya sedikit kecemasan, tindakan yang diperlukan hanyalah meyakinkan penederita pada kenyataan yag sebenarnya dari masturbasi.
Pad kasus-kasus adolescent, kadang-kadang psikoterapi lebih kompleks dan memungkinkan dilakukan semacam interview sex education. Psikotherapi dapat pula dilakukan dengan pendekatan keagamaan dan keyakinan penderita.
v  Hypnoterapi
Self-hypnosis (auto-hypnosis) dapat diterapkan pada penderita dengan masturbasi kompulsif, yaitu dengan mengekspose pikiran bawah sadar penderita dengan anjuran-anjuran mencegah masturbasi.
v  Genital Mutilation (Sunnat)
Ini merupakan pendekatan yang tidak lazim dan jarang dianjurkan secara medis.Pada beberapa daerah dengan kebudayaan tertentu, dengan tujuan mengurangi/membatasi/meniadakan hasrat seksual seseorang, dilakukan mutilasi genital dengan model yang beraneka macam.
v  Menikah
Bagi remaja/adolescent yang sudah memiliki kesiapan untuk menikah dianjurkan untuk menyegerakan menikah untuk menghindari/ mencegah terjadinya kebiasaan masturbasi.

BAB III
PENUTUP

Simpulan
Penggunaan internet untuk mengakses situs-situs porno memang sangat sulit untuk dihindari, mengingat bahwa situs-situs semacam itu tersedia sangat banyak dalam dunia maya tersebut. Menurut hasil penelitian Alvin Cooper (1998) dari San Jose Marital and Sexual Centre,  yang tertuang dalam bukunya Sexuality and the Internet: Surfing into the new millennium, seks (baca: situs porno) merupakan topik nomor satu yang dicari para pengguna internet di Amerika.
Kenyataan yang ada di Indonesia saat ini tampaknya tidak jauh berbeda. Hal itu terlihat dari  masuknya situs-situs porno di search engine sebagai Top 10 Website yang paling banyak dikunjungi.   Dengan melihat jumlah pengakses situs-situs porno di internet yang cenderung meningkat dari hari ke hari, maka perlu diwaspadai dampak penggunaan teknologi tersebut terhadap kesehatan mental dan hubungan interpersonal si user/netter.
Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa situs porno mendorong terjadinya tindak kriminal dan perilaku seks menyimpang.  Menurut penelitian, situs porno memungkinkan user/netter untuk melakukan berbagai komunikasi erotik melalui komputer mulai dari tingkatan yang bersifat godaan atau lelucon porno, pencarian dan tukar-menukar informasi mengenai pelayanan seksual sampai pada diskusi terbuka tentang perilaku seks menyimpang. Selain itu komunikasi melalui internet seringkali digunakan untuk mengeksploitasi pornography yang melibatkan anak-anak dan remaja serta alat yang dipakai untuk menyamarkan identitas seksual seseorang dengan tujuan tertentu.
Berbeda dengan pandangan yang menganggap bahwa situs porno mendorong terjadinya masalah yang bersifat patologis, beberapa penulis justru melihat situs porno sebagai tempat yang menyediakan berbagai informasi "supercepat" mengenai masalah-masalah seksual dan sekaligus menawarkan cara-cara yang baru dan tersembunyi (paling tidak user merasa tidak ada orang lain yang tahu) untuk memuaskan keingintahuan seseorang dalam melakukan explorasi seksual.

DAFTAR PUSTAKA
Bawa, Nyoman. 1976. Aspek Psikiatri dari Masturbasi. Majalah Kesehatan Jiwa.Yayasan Ksehatan Jiwa Aditama. Surabaya.
Kartono, Kartini. 1989. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Mandar Maju. Bandung.
Info Kespro, Masturbasi, source at http://www.kesrepro.info, accesed February 3rd 2007
Menghilangkan Kebisan Masturbasi, http://pikiran–rakyat.com/cetak/1204/05/ hikmah, accesed February 3rd 2007
UGM, Masturbasi; Makin Muda, Makin Sering, Makin Baik! , source at http://www.freelists.org/index.html, accesed February 3rd 2007
 ______________, Psikologi Wanita, Mengenal Gadis Remaja dan Wanita Dewasa, Penerbit Mandar Maju, Bandung, 1992
Kaplan, Harold dkk, Sinopsis Psikiatri, Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, Edisi 7, EGC, Jakarta.
Maramis, W.E. 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Air Langga University Press, Cetakan ke-9, Bandung.
Martin, Wicaksana. 1979. Ilmu Kedokteran Jiwa, ROAN Publishing, Jakarta.
Kompas, 10 Pertanyaan Terbaik tentang Masturbasi, source at www.kompas.com, accesed February 3rd 2007