Minggu, 19 September 2010

PEMBERDAYAAN SEBAGAI STRATEGI DALAM PEMBANGUNAN YANG BERPUSAT PADA RAKYAT (PEOPLE CENTRED DEVELOPMENT)



Pembangunan Sosial
Bagaimanapun, pembangunan harus menempatkan manusia sebagai pusat perhatian atau sebagai subjek yang berperan aktif, sedangkan proses pembangunannya harus menguntungkan semua pihak. Dalam konteks ini, masalah kemiskinan, kelompok rentan, dan semakin meningkatnya pengangguran perlu mendapat perhatian utama. Masalah-masalah tersebut dapat berubah menjadi penyebab instabilitas yang sangat membahayakan pelaksanaan pembangunan.
Oleh karena itu, komitmen dan konsistensi pemerintah dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi (economic growth) dengan cara-cara yang adil dan tanpa mengecualikan masyarakat miskin akan meningkatkan keterpaduan sosial dengan politik yang didasari oleh hak-hak asasi manusia, nondiskriminasi, dan memberikan perlindungan kepada mereka yang kurang beruntung (Harry, 1999).
Tujuan akhir strategi pembangunan sosial adalah memperbaiki kualitas hidup seluruh rakyat dengan aspirasi-aspirasi dan harapan individu dan kolektif yang berpijak dalam konsep tradisi budaya dan kebiasaan-kebiasaan mereka yang sedang berlaku. Tujuan objektif dalam strategi pembangunan sosial, pada intinya, adalah  memberantas kemiskinan absolute, realisasi keadilan yang distributive, dan peningkatan partisipasi masyarakat secara nyata.

Model Pembangunan Yang Berpusat Pada Rakyat
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat merupakan antithesis dari model pembangunan yang berorientasi pada produksi. Korten dan Carner (1993), secara sederhana menyatakan bahwa pembangunan yang berpusat pada produksi lebih memusatkan perhatian pada hal-hal berikut.
1.      Industri dan bukan pertanian.
2.      Daerah perkotaan dan bukan pedesaan.
3.      Pemilikan aset produktif yang terpusat, dan bukan aset produktif yang luas.
4.      Investasi-investasi pembangunan lebih menguntungkan kelompok yang sedikit, bukan yang banyak.
5.      Penggunaan modal yang optimal dan bukan penggunaan sumberdaya manusia yang optimal sehingga sumber daya modal dimanfaatkan.
6.      Pemanfaatan sumberdaya alam dan lingkungan untuk mencapai peningkatan kekayaan fisik jangka pendek.
7.      Efisiensi satuan-satuan produksi skala besar yang paling tergantung dan didasarkan pada perbedaan keuntungan internasional.
Model pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat lebih menekankan pada pemberdayaan, yaitu menekankan kenyataan pengalaman masyarakat dalam sejarah penjajahan dan posisinya dalam tatanan ekonomi internasional.
Korten dan Carner (1993), menyatakan konsep pembangunan berpusat pada rakyat memandang inisiatif kreatif dari rakyat sebagai sumber daya pembangunan yang paling utama dan memandang kesejahteraan material dan spiritual mereka sebagai tujuan yang ingin dicapai oleh proses pembangunan. Selanjutnya, Korten dan Carner mengemukakan tiga tema penting yang dianggap sangat menentukan bagi konsep perencanaan pembangunan yang berpusat pada rakyat , yaitu sebagai berikut.
1.      Penekanan pada dukungan dan pembangunan usaha-usaha swadaya kaum miskin guna menangani kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri.
2.      Kesadaran bahwa kendatipun sekor modern merupakan sumber utama bagi pertumbuhan ekonomi yang konvensional, tetapi sector tradisional menjadi sumber utama bagi kehidupan sebagian besar rumah tangga miskin.
3.      Kebutuhan adayanya kemampuan kelembagaan yang baru dalam usaha membangun kemampuan para penerima bantuan yang miskin demi pengelolaan yang produktif dan swadaya berdasarkan sumber-sumber daya local.
Perspektif dasar dan metode analisis yang digunakan dalam pendekatan pembangunan ini adalah ekologi manusia, yaitu disiplin ilmu yang mengkaji interaksi antara system manusia dan ekosistem. Selain itu, pendekatan ini juga mampersoalkan dua asumsi yang terkandung dalam model-model pembangunan ekonomi. Pertama, pembangunan dengan sendirinya harus membantu setiap orang; dan kedua, masyarakat berkeinginan dapat diintegrasikan dalam arus utama pembangunan model barat, keadaan dimana mereka  tidak mempunyai pilihan untuk merumuskan jenis masyarakat yang mereka inginkan.
Dengan menggunakan waktu sebagai ukuran dasar perubahan dalam pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat dibedakan antara strategi jangka panjang dan jangka pendek. Strategi jangka panjang diperlukan untuk menghancurkan struktur ketimpangan sosial, kelas, dan bangsa. Persyaratan dasar bagi proses ini termasuk didalamnya adalah pembebasan nasional dari dominasi kolonialisme dan neokolonialisme, pergeseran dari strategi pertanian yang berorientasi ekspor, serta control yang lebih besar terhadap aktivitas-aktivitas perusahaan multinasional. Sementara itu, strategi jangkan pendek didefinisikan sebagai kebutuhan untuk menemukan cara-cara menghadapi krisis-krisis yang sedang berlangsung. Cara yang lazim ditempuh adalah membantu masyarakat dalam proses produksi pangan melalui peningkatan diversivikasi pertanian sebagaimana kesempatan kerja disektor formal dan informal.
Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat berupaya membangkitkan kesadaran masyarakat untuk menggugat kembali subordinasi mereka melalui organisasi-organisasi local secara bot-tom-up. Dalam kaitan ini, organiosasi yang dianggap paling efektif adalah organisasi yang bermula pada pemenuhan kebutuhan praksis masyarakat yang kongkret.
Kebutuhan praksis yang dimaksud adalah berbagai kebutuhan dasar manusia (basic needs). Sementara itu, kebutuhan strategis mencakup kemampuan dasar untuk mengakses fasilitas pelayanan sosial dan pemenuhan hak-hak individu, kelompok, dan masyarakat dalam mancapai kualitas hidup dan kesejahteraan sosial.
Usaha kesejahteraan sosial yang terbatas pada pemberian bantuan sosial kepada kelompok rentan hanya dapat memenuhi kebutuhan praksis sesaat. Bahkan, jika strategi ini digunakan secara terus menerus dapat menimbulkan ketergantungan dari sasaran. Karena itu, bantuan sosial-bantuan sosial harus diintegrasikan dengan pemberdayaan masyarakat melalui berbagai intervensi pekerjaan sosial. Misalnya, peningkatan kemampuan dasar (komunikasi, kepercayaan diri, motivasi, kemandirian, dll.), peningkatan interaksi sosial, penciptaan relasi-relasi sosial, pengembangan jaringan kerja, mobilisasi sumber sosial, peningkatan integrasi sosial (Dubois dan Miley, 1996).
Strategi pendekatan ini tidak akan digunakan tanpa adanya organisasi-organisasi local dan kelompok-kelompok sejenis atau yang lazim disebut Community Base Organizations (CBO’s). Karena itu, hal-hal penting yang kanan digunakan oleh organisasi-organisasi seperti itu bukan saja perubahan-perubahan yang legal-formal, melainkan juga mobilisasi politik, peningkatan kesadaran, peningkatan kapasitas, perbaikan manajemen pelayanan sosial dan pendidikan non-formal (Dubois dan Miley, 1996).
Zaman baru yang dibayangkan melalui pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat mensyaratkan adanya transformasi struktur-struktur yang mensubordinasi dalam ekologi manusia, yang telah menindas masyarakat (Korten, 1987). Perubahan hokum, aturan kemasyarakatan, system hak milik dan control atas masyarakat, aturan perburuhan, institusi sosial dan legal-formal yang melindungi control sosial masyarakat merupakan hal-hal yang sangat penting jika masyarakat ingin memperoleh keadilan dalam tatanan sosial-politik tertentu.
Pendekatan pembangunan yang berpusat pada rakyat yang ditempuh dengan strategi pemberdayaan berupaya keras untuk mencapai kebutuhan strategi masyarakat secara tidak langsung melalui kebutuhan praksis masyarakat. Juga menghindari konfrontasi secara langsung dengan mambangun kebutuhan praksis masyarakat sebagai basis untuk membangun landasan yang kuat sebagai sarana untuk mencapai kebutuhan strategis.
Pemberdayaan masyarakat tidak hanya mengembangkan potensi ekonomi rakyat, tetapi juga peningkatan harkat dan martabat, rasa percaya diri dan harga dirinya, serta terpeliharanya tatanan nilai budaya setempat. Pemberdayaan sebagai konsep sosial-budaya yang implementatif dalam pembangunan yang berpusat pada rakyat, tidak saja menumbuhkan dan mengembangkan nilai tambah ekonomis, tetapi juga nilai tambah sosial dan budaya.
Kajian strategis pemberdayaan masyarakat, baik ekonomi, sosial, budaya, maupun politik menjadi sangat penting  sebagai input untuk melakukan reformulasi pembangunan yang berpusat pada rakyat. Melalui reformulasi ini, peluang bagi masyarakat untuk membangun secara partisipatif aktif dapat diwujudkan. Dalam pembangunan yang partisipatif, pemberdayaan merupakan salah satu strategi yang dianggap paling tepat jika faktor-faktor determinan dikondisikan sedemikian rupa sehingga esensi pemberdayaan tidak terdistorsi.
Prinsip pembangunan yang partisipatif menegaskan bahwa rakyat harus menjadi pelaku utama (subjek) dalam pembangunan. Ini membutuhkan kajian strategis yang lebih intensif tentang restruktruisasi system sosial pada tingkat mikro, mezzo, dan makro. Melalui kajian ini, masyarakat local dapat mengembangkan potensinya tanpa ada hambatan eksternal pada struktur mezzo dan makro. Struktur mezzo yang dimaksud dapat berupa struktur pemerintah regional setingkat kabupaten/kota dan propinsi; sedangkan struktur makro dapat berupa struktur pemerintah pusat atau nasional. Pola kebijakan yang selama ini dilaksanakan lebih kuat dating dari atas ke bawah (top-down) dari pada dari bawah ke atas (down-top).
Kondisi tersebut mencerminkan perlu adanya pergeseran peran pemerintah yang signifikanj, dari peran sebagai penyelenggara pelayanan sosial menjadi fasilitator, mediator, pemungkin, koordinator, pendidik, mobilisator, system pendukung dan peran-peran lainnya yang lebih mengarah pada pelayanan tidak langsung. Adapun peran organisasi local, organisasi sosial, LSM dan kelompok masyarakat lainnya lebih dipacu sebagai agen pelaksana perubahan dan pelayanan sosial kepada kelompok rentan atau masyarakat pada umumnya. Dalam posisi sedemikian, permasalahan sosial dapat ditangani oleh masyarakat atas fasilitas dari pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar